Guru adalah ibarat matahari yang menyinari, Guru adalah ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain. Seperti dalam sebuah syair arab yang artinya, “Hampir sama derajat seorang guru itu seperti seorang nabi”. karena hakekatnya guru adalah ulama’, dan ulama’ adalah pewaris para nabi.
Seorang murid harus menjaga adab, menjaga akhlak, menjaga etika, baik ketika berhadapan dengan guru maupun di belakangnya. Seorang murid tak patut merendahkan gurunya walaupun sang guru punya kekurangan. Misalnya murid kaya, guru miskin, maka sebagai murid dia harus tetap memuliakan gurunya. Bahkan ketika muridnya mempunyai jabatan istimewa di perusahaan atau di pemerintahan, sementara gurunya hanya seorang tukang sapu, ia tetap harus dimuliakan, dan tak layak untuk direndahkan.
Merendahkan guru berarti termasuk perbuatan yg tercela (su’ul adab). Suul adab terhadap guru, dapat menyebabkan ilmu yang didapatkan tidak berkah, dan tidak bermanfaat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Álaihi Wassallam (SAW) menyebutka 3 musibah yang akan dialami seorang murid, manakala dia tidak memuliakan gurunya atau bahkan Meremehkannya.
وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال من استخف بأستاذه ابتلاه الله تعالى بثلاثة أشياء نسي ما حفظ وكلّ لسانه وافتقر في آخره
“Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Siapa saja yang meremehkan ustadznya, niscaya Allah menurunkan 3 Musibah padanya. Pertama, ia menjadi lupa terhadap hafalannya. Kedua, Kaku / tumpul lidahnya. Ketiga, ia akan hidup dalam keadaan fakir (wafat dalam keadaan suul khatimah),”
Barang siapa meremehkan gurunya, maka Allah Ta’ala akan memberikan 3 ujian berat kepadanya:
1. Lupa akan apa yang telah ia hafal.
Karena tidak menghormati guru, akhirnya tercabut keberkahan ilmu dengan lupa apa yang telah ia hapal dan pelajari. Padahal telah menghabiskan waktu, harta dan tenaga untuk menuntut ilmu.
2. Tumpul lisannya (dalam menyampaikan ilmu).
Akibat meremehkan guru, lidahnya menjadi kelu dan tidak lancar untuk menyampaikan ilmu. Bukankah banyak kisahnya, pelajar yang biasa-biasa saja namun ketika terjun di masyarakat,karena taat kepada guru, bermanfaat ilmunya.
3. Hidup faqir di akhir hayatnya.
Dan yang paling mengenaskan adalah karena dengan meremehkan guru, seseorang akan menjadi fakir di akhir hayatnya. Fakir bukan hanya dalam pengertian materi. Fakir yang paling ditakutkan adalah fakir mental, etika dan rohani.
Jama’ah yg dirahmati Allah…
Patut menjadi renungan bagi pelajar sepanjang zaman apa yang dikatakan oleh Ali radhiallahu anhu:
“Aku adalah hamba / budak seseorang yang mengajariku satu huruf. Jika dia mau dia menjualku, dan jika dia mau dia menjadikanku budak.” (Ta’limul Muta’allim).
Sayid Bakri Ad-Dimyathi mengatakan, “Seseorang tidak akan mendapat (keberkahan) ilmu tanpa menghargai ahli ilmu (ustadz/guru/muallim). Salah satu bentuk takzim adalah tidak membantah mereka.”
Sayid Bakri Ad-Dimyathi menganjurkan kita untuk tetap menjaga kehormatan terhadap para guru dan ustaz. Ia mengutip sebagian ulama yang memberikan tips bagi kita untuk tetap menjaga energi penghormatan dan ketakziman terhadap mereka.
“Bila kau duduk di hadapan gurumu, anggap saja kau sedang duduk di majelis Rasulullah dan para sahabatnya agar penghormatanmu (ihtiram) terhadapnya.”
Sementara itu, Syaikh M Nawawi Banten mengingatkan masyarakat untuk menjaga adab terhadap guru mereka. Syaikh M Nawawi menganjurkan mereka untuk tidak segera membantah dan menyalahkan pernyataan guru mereka.
Syaikh M Nawawi Banten menganjurkan kita untuk menghormati pernyataan guru-guru dan ulama tasawuf serta tidak menyalahkan pernyataan tersebut.
Orang yang mengingkari pernyataan zahir mereka akan terluput dari keberkahan mereka. Lebih dari itu, yang dikhawatirkan dari pengingkaran itu kematian kita dalam keadaan su’ul khatimah.
Syaikh M Nawawi Banten menganjurkan kita untuk menghormati ustaz dan guru kita. Ia mengingatkan kita untuk tidak berdebat dengan mereka sehingga kita tidak jatuh dalam lubang su’uzhan, peremehan, dan sikap tidak etis (meninggalkan adab) terhadap mereka.